Perkenalkan, nama saya Giovanny Bintang Nusantara. Saat tulisan ini dibuat, saya adalah siswa aktif kelas XII di SMA Santo Paulus Pontianak. Saya termasuk salah satu orang yang hobi bermain catur, dan kali ini saya akan bercerita tentang latar belakang saya mencintai permainan berbasis otak tersebut.
Saya mulai bermain catur sejak masih kecil. Waktu itu, saya dikenalkan dengan catur oleh mama saya. Sejak itu, catur menjadi permainan sehari-hari kami. Setiap kali saya kalah, saya terus meminta untuk bermain lagi dan lagi, hingga akhirnya terbentuklah kesukaan saya terhadap catur. Suatu hari, saat saya masih duduk di bangku sekolah dasar, saya pindah dari kampung ke kota karena pekerjaan orang tua. Di sekolah yang baru, saya menemukan teman-teman baru dan ternyata ada dari mereka yang gemar bermain catur. Saya pun terinspirasi untuk bermain catur dengan mereka. Hari demi hari, saat istirahat, saya lebih memilih menghabiskan waktu bermain catur dengan teman-teman. Aktivitas ini menjadi hobi karena saya merasa bermain catur itu seru, baik dari segi aturan permainan maupun kepuasan tersendiri saat berhasil mengalahkan lawan. Namun, saat kelas V SD, saya lebih sering bermain permainan yang menggunakan fisik, seperti permainan tradisional. Hobi bermain catur pun sempat terhenti hingga saya menamatkan sekolah dasar.
Ketika masuk SMP, saya bertemu lagi dengan teman-teman yang dulu satu sekolah dengan saya. Mereka sering ke perpustakaan. Saya pun ikut dengan mereka. Di perpustakaan, mereka bermain beberapa permainan seperti kartu remi, uno, dam, dan catur. Melihat mereka bermain catur, saya jadi ingin mencoba lagi setelah sekian lama tidak bermain. Awalnya, saya sering kalah, tetapi kebiasaan ini terus berlanjut hingga akhirnya saya menjadi lebih jago dalam bermain catur.
Saat pandemi COVID-19 melanda, saya tidak bisa bermain catur seperti biasa. Namun, saya menemukan aplikasi Chess.com yang memberikan fasilitas kepada penggunanya untuk bermain catur secara daring. Saya mulai mencari lawan dari berbagai negara dan belajar banyak dari mereka. Meskipun begitu, waktu itu saya lebih banyak menghabiskan waktu bermain gim daring daripada catur, hingga akhirnya saya menjadi pecandu gim daring sampai kelas IX. Setelah sekolah mulai dibuka kembali dengan sistem pembelajaran hibrida, saya bisa bersekolah kembali selama kurang lebih 3 hari dalam seminggu. Saya ingin bermain catur, tetapi sayangnya teman-teman yang dulu bermain catur bersama saya tidak berada di sesi yang sama. Ketika kakak kelas saya lulus, saya mencari teman baru untuk bermain catur, dan kebetulan saya bertemu dengan adik kelas yang juga suka bermain catur. Hobi bermain catur pun berlanjut.
Ketika kelas IX, saya menjadi pengurus inti OSIS dan sempat terlintas untuk mengajukan perlombaan catur saat kegiatan classmeeting. Ide saya diterima waktu itu. Saya sangat senang karena catur menjadi eksis kembali di sekolah. Permainan catur menjadi kompetitif di sekolah kami dengan lebih dari 8 orang pemain aktif. Saat classmeeting, saya ikut berpartisipasi dalam perlombaan catur dan berhasil meraih peringkat kedua. Kalah dari lawan yang lebih kuat justru membuat saya ingin terus berlatih.
Saat semester genap menyapa, saya berhenti bermain catur sejenak karena fokus mengejar nilai. Setelah lulus dari bangku SMP, saya kembali terjebak dalam kecanduan gim daring hingga masuk SMA Santo Paulus Pontianak. Di lingkungan yang baru ini, saya berkomitmen ingin menjadi yang terbaik. Permainan catur pertama saya di SMA dimulai di perpustakaan, yaitu di momen ketika saya melihat kakak kelas bermain catur. Saya pun ikut bermain. Waktu itu, saya juga bertemu dengan Pak Step Metal, salah satu guru SMA Santo Paulus Pontianak yang ternyata gemar bermain catur. Kami sering bermain catur bersama dengan menggunakan aplikasi Chess.com saat jam pelajaran terakhir. Meskipun sering kalah, saya terus berlatih dan akhirnya berhasil bergabung sebagai anggota komunitas catur kakak-kakak kelas saya.
Suatu saat, turnamen catur untuk memperebutkan piala gubernur diadakan. Saya tertarik mengikutinya untuk menambah pengalaman. Namun, dalam setiap pertandingan, saya menyadari bahwa level saya masih jauh di bawah lawan-lawan saya. Saya pun sadar bahwa latihan saya selama ini kurang tepat karena hanya membiasakan bermain tanpa mempelajari strategi lebih dalam. Setelah kekalahan tersebut, saya sempat tidak bermain catur selama beberapa bulan. Setelah waktu yang cukup lama, saya kembali bermain catur karena ada teman-teman kelas yang juga bermain. Seperti biasa, saya mengisi waktu luang dengan bermain catur terus-menerus. Hingga akhirnya, saya mencapai rating 1.200 di Chess.com.
Saat ini, saya sudah menginjak kelas XII. Saya menemukan beberapa orang pencinta catur di sekolah. Salah satunya adalah adik kelas saya, Kevin Wilbert, dari kelas XH. Kami kadang-kadang meluangkan jam istirahat untuk bermain catur di perpustakaan sekolah. Meskipun waktunya sangat terbatas, kami tetap merasakan keseruan itu.
Saya berharap agar komunitas catur di lingkungan SMA Santo Paulus Pontianak dapat dibangkitkan kembali seperti masa saya di saat kelas X. Hal ini penting karena permainan catur dapat mengasah atensi dan otak melalui susunan strateginya yang begitu kompleks. Saya berharap sekolah dapat menyediakan lebih banyak papan catur untuk dimainkan. Dengan begitu, akan lebih banyak warga sekolah yang berkesempatan untuk menghabiskan waktunya dengan bermain catur di lingkungan sekolah setelah kegiatan belajar-mengajar (KBM) selesai. Informasi tentang adanya komunitas catur di sekolah kemudian dapat disebarluaskan. Harapannya, perlombaan catur nantinya dapat diadakan kembali saat kegiatan classmeeting. Tidak hanya itu, pertandingan catur dapat dilakukan sewaktu-waktu untuk sekadar have fun.